Rambutnya lurus panjang hampir menyentuh
pinggang. Ketika kepalanya menoleh, gerai lembut helaian rambutnya tanpa
didahului oleh aba – aba pun dengan sigapnya mengikuti tolehan arah kepala
wanita itu. Dengan memakai rok berukuran sebatas lutut, tungkai indahnya
kelihatan sangat menawan, mencuri pandang banyak mata lelaki yang berseliweran
di sekelilingnya. Dengan tinggi diatas 170 cm, ukuran tubuhnya kelihatan sangat
menonjol diantara para pengunjung mall. Karena memakai sepatu high heels, dia menepakkan satu kakinya
dengan hati - hati ke sebuah tangga eskalator yang berjalan otomatis dan
disusul dengan kaki satunya ketika merasa pijakan kaki pendahulunya sudah
mantab. Tangan kirinya, sembari menenteng tas plastik berisi beberapa botol
kaleng minuman bersoda, jarinya pun berpegang erat pada gagang tangga
eskalator. Sementara tangan satunya memegangi erat tas pinggang yang
bergelayutan seperti ayunan pada bahu kanannya. Sebelum landasan eskalator yang
dipijaknya menyambangi lantai atas, dia menoleh pada jam digital yang dikenakan
pada pergelangan tangan sebelah kanan. Saat itu waktu menunjukkan pukul 18.30.
Sebuah tempat duduk didesain seperti
batang pohon dengan panjang kurang lebih 2 meter dilapisi sofa bermotif daun
terletak di depan rentetan ruko – ruko pada lantai 3 sebuah mall. Kurang lebih
ada 10 buah kursi dalam satu lajur. Memang penempatan kursi – kursi itu sengaja
dialokasikan di depan banyaknya ruko dengan tujuan supaya pengunjung mall
beristirahat seraya disajikan aneka barang belanjaan yang bertebaran di kaca –
kaca etalase di depannya supaya menarik kemungkinan minat pengunjung untuk
membelinya, suatu letak kursi yang sedemikian rupa dengan dilandasi sebuah
strategi marketing.
Menginjak lantai tiga, dan terbebas dari
tangga eskalator, pandangan wanita itu langsung tertuju pada deretan kursi –
kursi umum untuk pengunjung berdesain batang pohon. Masih tetap sama seperti
6 tahun yang lalu, tiada perubahan, batinnya dalam hati dan kemudian
dia melangkah menghampiri salah satu kursi yang kosong.
Ketika menduduki kursi, dan menaruh tas
plastik berisi minuman disampingnya, pandangannya terpaku pada salah satu
etalase ruko didepannya. Oh, dimana stand assesoris wanitanya? Batinnya
menanyakan ketiadaan toko assesoris wanita karena yang terpampang di hadapannya
sekarang ini adalah toko alat – alat kesehatan. Namun itu tak jadi masalah
baginya, wajar karena seiring waktu berjalan, segalanya akan berubah. Dia hanya
bersyukur bahwa kursi – kursi umum tempatnya duduk saat ini masih tidak berubah
seperti dahulu kala.
Bunyi desahan seperti ular tercipta saat
wanita itu membuka penutup minuman kaleng bersoda yang dia ambil dari dalam
kantong plastik belanjaannya. Diteguknya beberapa kali minuman kaleng yang kini
melekat pada moncong bibirnya yang masih merona karena lipstik dan
tenggorokannya kini dibasahi oleh air berkarbonasi, menyebabkan sendawa lega
setelahnya. Dia mendadak tersentak melihat tanda pengenal identitasnya masih
menempel di jas pakaiannya di bagian dada sebelah kanan. Linda Dwingingsih,
sebuah nama yang tertera pada identitas dirinya dan sebuah informasi jabatan
sebagai teller bank swasta. Mengetahui itu Linda mencopot identitas pengenalnya
dan memasukkannya ke dalam tas yang masih bergelayutan di bahu kanannya.
Kurang lebih satu jam, plastik belanjaan yang
berada di sebelahnya kini seolah sudah menjadi tempat sampah yang menampung 4
buah kaleng minuman bersoda yang sudah tak berisi. Satu kaleng masih ditangan
Linda digenggam oleh kedua telapak tangannya. Sebelum tegukan terakhir, dirinya
memandang tajam ke arah toko alat – alat kesehatan yang berada didepannya.
Namun dia mengurungkan untuk meminum habis beberapa teguk terakhir air soda
kaleng dalam genggamannya. Perutnya menjadi panas setelah menghabiskan 4 buah
kaleng minuman soda sebelumnya, dia merasa sudah tak kuat lagi untuk minum.
Mendadak saja emosinya membuncah, tanpa sadar dia meremas erat kaleng dengan
kedua telapak tangannya seolah kaleng itu adalah seekor mangsa yang dililit
erat oleh seekor ular anaconda.
Linda kembali melirik jam yang melingkar
pada pergelangan tangannya. Waktu menunjukkan pukul 19.30. Tanpa sadar dirinya
sudah menghabiskan satu jam lebih hanyut dalam lamunan sambil menghabiskan
hampir 5 buah kaleng minuman bersoda. Dia kembali bersendawa, kali ini suara
sendawanya agak keras, hampir tak bisa ditahan. Sesuatu gejolak seperti
gelembung - gelembung oksigen reaksi minuman berkarbonasi dalam tubuhnya
memaksa untuk keluar dari tenggorokannya, menyebabkan kontraksi hebat di
dadanya dan menjalar ke rongga mulutnya dan akhirnya menghasilkan suara sendawa
parau yang hebat. Tidak ada orang yang lewat lalu – lalang didepannya
memperdulikan bunyi sendawa keras yang memalukan itu. Entah kenapa perasaannya
menjadi lega setelahnya. Dia memasukkan botol minuman soda yang bentuk
kalengnya sudah terkoyak akibat remasan kedua telapak tangannya ke dalam
plastik disampingnya, mengikat kedua ujungnya sehingga menimbulkan bunyi
kemresek layaknya suara radio yang kehilangan frekuensinya dan membuang plastik
berisi 5 botol kaleng itu ke dalam bak sampah tak jauh dari tempatnya duduk.
Penutup sampah bertuliskan non – organik bergoyang – goyang seperti ayunan
setelah buntalan plastik berisi kaleng minuman itu dimasukkan ke dalam oleh
Linda.
Ketika kembali beranjak duduk, Linda
mengeluarkan smartphone-nya dari
dalam tas. Dari menu utama, dia membuka gallery,
dan memilih salah satu folder
dilabeli dengan judul My Heart Beat.
Ada sekitar 1000 an foto lebih di dalam folder
tersebut. Linda menggeser – geserkan jemarinya ke atas dan ke bawah di touchscreen layar smartphone-nya seolah memilah – milah salah satu foto yang baginya
spesial. Ketika tangannya berhenti memilah, jarinya menekan salah satu foto.
Setelah di klik, ukuran thumbnail
foto tersebut membesar. Disitu terlihat dirinya berada pada sebuah pantai berdua
dengan seorang lelaki. Dengan berlatar kondisi matahari terbenam dan posisi
mereka berdua bergandengan tangan membelakangi pantai diiringi suasana sunset
yang begitu indah serta tangan mereka masing – masing menggenggam sebuah
terompet, maka bisa dijelaskan bahwa dalam foto itu Linda menghabiskan malam
tahun baru bersama kekasihnya. Entah kapan tepatnya momen tersebut, namun bisa
ditebak 1 atau 2 tahun yang lalu sebab dalam poto tersebut ukuran rambut Linda
belum sepanjang sekarang ini.
Tak puas hanya dengan memandangi satu
poto, Linda kembali memilah – milah banyaknya poto dalam gallery tersebut dan kembali menekan salah satu yang dianggapnya
mempunyai makna khusus. Kali ini, foto yang ditampilakan adalah ketika dirinya
berada dalam sebuah kamar rumah sakit. Dalam balutan sebuah infus yang melekat
di pergelangan tangannya, memakai baju pasien, dan bersandar pada dua buah
bantal yang disusun dibelakang kepalanya yang membuat posisinya agak tegak,
dirinya tersenyum manis, disampingnya, terduduk seorang lelaki yang tidak
berbeda dengan yang menemaninya saat perayaan malam tahun baru di pantai. Hanya
saja wajah lelaki itu terlihat lebih muda, sama halnya dengan Linda. Mungkin
poto ini diambil 3 sampai 4 tahun yang lalu dimana posisi mereka berdua saat
itu sedang menjadi seorang mahasiswa.
Tanpa disadari, waktu sudah menunjukkan
pukul 20.30. Aktivitas yang dilakukan
Linda sedari tadi hanyalah memilah – milah foto, mengamatinya dan memutar ulang
memori yang tersimpan dalam foto tersebut. Hingga pada posisi paling buncit pada
gallery foto tersebut, ketika Linda
membukanya, terpampang sebuah gambar bando bermotif tokoh kartun Mickey Mouse
tergeletak di sebuah kursi yang tak lain adalah kursi yang didudukinya saat
ini. Matanya mulai berkaca saat memandangi foto tersebut. Mendadak,
imajinasinya terbawa ke memory 6 tahun yang lalu. Tiba – tiba saja, rambutnya
menjadi pendek hanya dibawah batas kupingnya. Badannya menjadi lebih kurus
namun tetap terjaga kemolekannya. Tubuhnya saat ini dibalut dengan seragam anak
Sekolah Menengah Atas. Saat itu, Linda
terduduk dengan posisi wajah cemberut. Karena tinggi tubuhnya belum setinggi
saat ini, kakinya masih menggantung saat dirinya duduk dan kedua buah tungkai
kakinya yang saat itu tak kalah indah dengan saat ini tak mau berhenti bergerak
manju mundur menggambarkan jelas kekesalannya akan sesuatu.
Mengikuti sebuah kontes modelling tingkat Kabupaten bertema
Disney, Linda sangat sebal ketika mendatangi salah satu ruko assesoris di mall
langganannya ketika mendapati bando berkonsep Mickey Mouse incarannya sudah
ludes hari itu juga. Padahal, jauh hari Linda sudah memesan baju rancangannya
sendiri berkonsep Mickey Mouse dan hanya bando itulah satu – satunya yang ideal
dengan rancangan kostum pesanannya untuk dibawa tampil diatas catwalk. Linda tidak tahu lagi harus
bagaimana saat itu mengatasi kefrustasiannya. Hingga seseorang yang duduk
disampingnya tiba – tiba saja mengeluh kesahkan perilaku Linda yang tak
bisa diam menggerak – gerakkan kakinya
ketika gelisah.
“Hei, bisakah kau diamkan kakimu itu..?”
Desah lelaki disamping Linda sambil mengamati kaki Linda yang saat itu juga
berhenti bergerak layaknya roda yang berhenti berputar ketika di rem mendadak.
“Apa urusanmu bilang begitu..,” gertak
Linda memandangi lelaki disampingnya. “Aku sedang sebal lagian kau tahu!!”
“Yah..dan aku sedang patah hati disini,”
tukas lelaki itu. “ Dan aku terganggu dengan perilaku anehmu itu menggerak –
gerakkan kaki seperti laba – laba saja”
Linda terdiam sejenak. Sepertinya dia
sedang terhenyak mengetahui lelaki disampingnya sedang patah hati. Bagaimana
rasanya patah hati itu Linda tidak benar – benar tahu. Dia belum pernah
mempunyai pacar sebelumnya. Hanya saja, masalah yang menimpa lelaki di
sampingnya yang sepertinya juga seumuran dengan dirinya menarik minatnya
terhadap sesuatu yang baru seperti patah hati.
“Emmhh...kamu dicampakkan, diselingkuhi
atau bagaimana...”Tanya Linda dengan penuh kehati – hatian karena dia sadar
sudah seharusnya tak ikut campur urusan hati seseorang namun bagaimanapun
pertanyaan itu terceplos begitu saja dari mulutnya. Linda agak was – was kalau
pertanyaannya malah membuat lelaki disampingnya semakin tidak enak perasaannya
karena si lelaki tak langsung menjawab. Namun tiba – tiba saja lelaki itu
menjelaskan semuanya secara detail, bahwa dia ingin memberikan surprise kepada kekasihnya yang berulang
tahun. Jadi dia membelikan kado pada ulang tahunnya di mall ini karena tahu
pacarnya akan datang berbelanja bersama ibunya hari ini. Namun ternayata itu
hanya alasan saja ketika lelaki itu mengetahui bahwa pacarnya jalan – jalan ke
mall bukan berbelanja bersama ibunya melainkan jalan dengan lelaki lain satu
sekolahannya.
Lelaki itu kemudian mengeluarkan sebuah
kotak persegi yang sudah dibalut dengan kertas kado dari dalam tasnya. Memutar
– mutar dengan jemarinya sambil memandanginya dengan tatapan nanar. Langsung
tiba – tiba saja lelaki itu melemparkan bingkisan kado tersebut ke arah Linda,
dan seperti penjaga gawang, Linda dengan sigapnya menangkap bingkisan kado
tersebut dengan rasa terkejut.
“Uppss...apa – apaan ini???” Ketus Linda
sembari memegang erat bingkisan kado yang baru saja meloncat dan hinggap di
tangannya seperti kodok.
“Ambil saja, itu sudah tak berarti lagi
bagiku,” jelas lelaki itu dan langsung saja dia berdiri, membopong tas
punggungnya, meninggalkan Linda pergi begitu saja.
Suatu kebetulan atau bukan, setelah Linda
membuka bingkisan tersebut, ternyata di dalamnya adalah sebuah bando bermotif
Mickey Mouse yang dia inginkan. Linda bingung bagaimana menggambarkan perasaan
bahagianya saat itu. Dia mendapatkan bando yang diinginkan namun dari seseorang
yang sedang mengalami patah hati. Linda langsung memotret bando tersebut dengan
kamera handphone-nya, sebagai momen
ajaib dalam hidupnya.
Dalam bingkisan kado tersebut terselip sebuah
surat yang berisikan undangan makan malam untuk merayakan ulang tahun sang
pacar. Bagaimanapun, Linda ingin mengucapkan terima kasih karena pertemuan tak
sengajanya dengan lelaki itu membantunya mendapatkan bando yang dia inginkan
untuk kontes. Maka, sepulang dari mall, Linda langsung menghampiri alamat
restoran yang dibooking lelaki tadi
untuk sang pacar. Disana kepada pusat pelayanan dia menanyakan siapa identitas pembooking tempat dinner pada surat undangan itu dan akhirnya mendapatkan nomer handphone lelaki tersebut. Ketika
menerima telepon dari Linda awalnya si lelaki yang akhirnya diketahui bernama
Anton itu agak lupa kepada Linda dan bingung mengapa seorang gadis menelponnya
dan tiba – tiba saja mengucapkan terima kasih karena berkat bando yang
diberikannya, dia jadi memenangkan kontes modelling
dengan busana rancangannya. Namun setelah penjelasan lebih rinci, akhirnya
Anton mengingat Linda. Setelah itulah, dari pertemuan tak disengaja, komunikasi
lewat percakapan, akhirnya hubungan mereka lambat laun terjalin menjadi sebuah
kekasih.
Sebuah balon meletus yang suara ledakannya
memekakkan telinga dan disusul erangan seorang balita yang menanggapi letusan
balon tersebut dengan tangisan yang tiada berhentinya. Linda, tersentak hebat
berbarengan dengan letusan balon yang tak jauh dari lokasinya saat duduk. Letusan itu membuyarkan
lamunannya akan masa lalunya. Dia lalu menoleh kepada anak kecil yang menangis.
Merasa kasihan terhadap anak balita tersebut yang sekarang sedang ditenangkan
oleh orang tuanya. Kemudian dia menoleh ke arah samping kanannya. Jantungnya
berdebar kencang mendapati Anton yang masih berumur 17 tahun duduk
disampingnya. Namun perlahan – lahan sosok itu memudar dan hilang. Linda baru
sadar, dia masih terbawa dalam emosi perasaannya. Dengan tangan yang sedikit
agak bergetar, dia mengusap kedua kelopak matanya, menyeka air mata yang
sepertinya akan menetes.
Linda kembali berkonsetrasi kepada smartphone-nya. Masih, tatapannya belum
beranjak pada ribuan foto yang terpampang dalam layar kaca smartphone-nya yakni berbagai kenangan yang dia buat bersama Anton.
Kemudian dia mendongakkan arah pandangannya ke depan. Masih tetap toko peralatan olahraga, bukan toko assesoris seperti 6
tahun silam. Dalam lubuk hatinya yang terdalam, Linda sadar bahwa seiring
berjalannya waktu, segalanya akan berubah, bahkan sebuah janji suci
berlandaskan komitmen yang kuat serta ikrar kesetiaan sepanjang waktu pun tak
dapat disangka bahwa semuanya itu juga akan goyah dan berubah seiring
berjalannya waktu. Kelopak matanya kembali dibasahi oleh air mata. Kali ini dia
tidak menyekanya, dia membiarkan air mata itu tumpah dan mengalir membasahi
pipinya. Untuk apa batinnya dalam hati memendam rasa tangis ini jika memang
harus diluapkan.
Kembali konsentrasinya tertuju ke arah
layar smartphone. Kini genggamannya
semakin erat mencengkram smartphone. Tangan
satunya, dengan sedikt gemetar, memilih pilihan tandai semua pada seluruh foto dalam folder My Heart Beat. Setelah itu, berbarengan dengan dirinya
memejamkan mata dan air mata yang berlinang membasahi pipinya, jarinya memilih
pilihan hapus semua yang ditandai.
Dan setelah sekian detik ketika dia membuka matanya, sudah tidak ada lagi
satupun poto yang terpampang dalam folder
My Heart Beat. Terhapus sudah segala kenangan foto dirinya dengan Anton.
Setelah memasukkan smartphone ke dalam
tasnya. Linda beranjak berdiri. Saat itulah beberapa wanita dengan tinggi tubuh
setara dengan dirinya berjumlah 5 orang sambil berbincang – bincang melewati
dirinya diikuti beberapa fotographer dan penata rias serta busana
dibelakangnya. Mereka adalah para model yang sedang ingin melakukan persiapan
pentas maupun pengambilan gambar.
Setelah melewati Linda, salah satu dari kelima model tersebut menoleh ke arah
Linda. Memerhatikan dirinya sejenak yang mungkin bagi model tersebut sosok
Linda memiliki potensi yang sama seperti dirinya dalam berkarir di dunia modelling. Seorang fotographer
dibelakang model tersebut juga menoleh ke arah Linda ketika penasaran mengapa
salah satu modelnya mengamati dirinya terus – menerus. Tak lama kemudian
rombongan itu sudah menghilang menuruni tangga eskalator.
Setelah kejadian barusan, dirinya menjadi
semakin sedih. Seharusnya Linda sudah menjadi model dan perancang busana saat
ini menggapai impiannya. Bukan sebagai seorang teller di salah satu bank swasta. Hanya karena perkataan, tolong, jangan memilih untuk menjadi model
sebagai karirmu dimasa depan. Tahukah hatiku selalu cemburu jika banyak pasang
mata melihatmu berlenggak – lenggok di atas catwalk?! Begitulah, suatu hari
di masa lampau Anton mengungkapkan perasaannya kepada Linda. Namun apa yang
didapatnya ketika dia akhirnya memilih untuk masuk di jurusan akuntansi dengan
merelakan untuk tidak masuk ke Institut Seni demi menjaga perasaan Anton? Tak
hanya kehilangan mimpinya, dia kehilangan dua sekaligus, cita – cita, dan Anton
yang tak disangka seolah menghilang begitu saja bagai ditelan bumi ketika
apapun yang berharga Linda relakan untuk menjaga hati dan perasaannya.
Matanya semakin memerah. Namun kali ini
Linda menahan agar air mata itu tak membasahi pipinya. Dia menghela nafas
panjang, menyisir rambutnya yang panjang ke belakang agar rapi kembali. Waktu
semakin berjalan ke depan. Segalanya selalu berubah. Sesuatu yang sudah terjadi
tak dapat dirubah kembali. Kini dia harus menjalaninya dengan penuh ketabahan
hati. Ketika baru sekali melangkah, dia memberhentikan diri. Dia sadar masih
ada sesuatu bagian dari masa lalunya dan Anton yang belum dibuangnya selain
foto – foto kenangan dalam smartphone-nya.
Dia menengadahkan jemari telapak tangan kirinya membentang ke arah atas sejajar
dengan pandangan wajahnya. Dilihatnya sebuah cincin yang masih bersemayam di
telunjuk tengahnya. Mungkin, setahun yang lalu dia sangat bahagia menerima
cincin itu sebagai tanda ikatan hubungan mereka untuk ke jenjang yang lebih
serius yang dipakaikan oleh Anton kepada Linda sebelum Anton berangkat bekerja
ke luar Jawa menjalani proyek di Kalimantan.
Linda teringat ketika Anton melemparkan
bingkisan kado kepada dirinya dahulu kala sambil berkata, “ itu sudah tak berarti lagi bagiku.” Dan begitu pula saat ini,
cincin yang dikenakannya itu juga sudah tak mempunyai nilai, tak berarti bagi
dirinya dan siapapun. Linda dengan gesit mencopot cincin itu dari telunjuk
tengahnya. Kemudian meletakkannya ke bangku dimana mereka pertama kali bertemu
6 tahun silam. Selamat Tinggal, dan terima kasih sudah pernah singgah dijemariku,
batin Linda dalam hati, seolah cincin itu mempunyai indera pengecap untuk
sanggup membalas keluh kesahnya. Setelahnya, Linda berjalan meninggalkan cincin
itu yang tergeletak sendirian, dalam sepi, tanpa pernah menjadi pengikat
siapapun dan tanpa pemilik yang pasti.
TERIMA KASIH